20 Maret 2015,
Mulai bulan Februari saya sudah melihat setiap Banjar di Bali mulai membuat Ogoh-ogoh. sayangnya, persiapan tersebut tak sempat terekam kamera. tapi kurang lebih satu minggu sebelum perarakan, ogoh-ogoh tersebut mulai menampakkan bentuknya yang (bagi saya) WOW!!!.
Jumat, 20 Maret 2015, tempat saya bekerja menghentikan aktivitas sampai pukul 12:00 WITA sesuai dengan instruksi dari Banjar Adat Taman, Kerobokan, Bali, karena sudah mulai dilakukan persiapan untuk acara Pengerupukan.
Apa itu Pengerupukan? Adalah sebuah ritual / upacara mengarak ogoh-ogoh (yang merepresentasikan Buta kala) keliling kampung pada sore hari. Kali ini saya memilih untuk menonton acara tersebut di Lapangan Puputan Badung, meskipun sebenarnya di dekat kos saya (daerah simpang 6 Denpasar) juga menjadi pusat untuk acara Pengerupukan tersebut. Tapi karena sudah janjian dengan teman untuk melihat di Lap. Puputan, akhirnya saya pun menuju Lapangan Puputan Badung.
17:00 WITA
Acara diselenggarakan pada pukul 19:00 WITA, tapi jam 5 sore saya sudah berangkat dari kos. lapangan Puputan tidak jauh dari kos, sekitar 5-10 menit. Sengaja saya datang lebih awal, untuk menghindari macet dan nyore disana.
Mulai dari pagi hari, saya sudah melihat Ogoh-ogoh yang telah selesai dan siap diarak, diletakkan di pinggir jalan. Setiap selang 2 meter pasti ketemu patung besar atau kecil yang berbentuk Buta Kala yang seram. Fiuhh,, untung saya sudah terbiasa, hahahha
Jl Diponegoro, Denpasar |
Salah satu sudut lapangan Puputan Badung |
Sampai di Lapangan Puputan, setelah memarkirkan motor didepan Koramil, saya langsung mencari logistik.
Lapangan sudah ramai oleh orang-orang yang bersiap menyambut datangnya ogoh-ogoh. Dengan pasti saya melangkahkan kaki, menuju ke penjual sate (taulaahh sate apaaa...)
Pas..kipas..kipas.... |
1 porsi dibandrol dengan harga Rp 15.000. Ini adalah Pork Satay alias Sate B2 |
Setelah menunaikan ibadah jasmani, saya memutuskan untuk berkeliling di sekitar lapangan puputan.
Dan ternyata, disitu terdapat Museum Bali, tapi karena sudah sore dan akan ada acara, Museum tersebut sudah tutup.
Museum Bali |
Saya melangkahkan kaki menuju ke pusat keramaian, dimana terdapat patung pejuang bali yang dikelilingi oleh kolam ikan berteratai. Didekat kolam tersebut, banyak penjual makanan ikan, jadi anak-anak kecil yang kepingin memberi makan ikan bisa mendapatkan satu plastik kecil seharga Rp 1.000, setidaknya mereka tidak membuang makanan manusia kedalamnya, tapi entah kalo mereka melemparkan makanan ikan lengkap dengan plastik pembungkusnya.
Tabur...taburr... |
Tahu, tempe, lumpia dengan kotak PINK. |
Dipotong pake gunting |
Disiram saus dengan bahan dasar tepung dan tauco, rasanya manis dan kalo mau pedes akan ditaburi potongan cabe |
Voila Harga : Rp 5000 |
Ada peribahasa yang mengatakan "ada gula ada semut" begitu juga dengan "ada keramaian ada penjual" Gak cuma makanan yang dijual, mulai dari balon, baju, tas, ikat pinggang bahkan ada juga yang kaya ini
Besarkan dan Panjangkan! (apa hayo) lengkap dengan alat peraga. Jual terapi lintah juga |
Bebatuan |
Yang ini ngehits di seluruh Indonesia kayanya |
18:00 WITA
Saya memutuskan untuk mencari spot yang nyaman untuk melihat arak-arakan. Lalu saya melangkahkan kaki menuju ke depan Koramil. Sudah banyak orang yang duduk-duduk ditrotoar. Momen seperti ini memang sering dimanfaatkan sebagai acara kumpul keluarga.
Kemesraan ini....janganlah cepat berlaaaaaluuuuu |
Langit Bali mulai gelap, saya memutuskan untuk beranjak dari tempat saya menikmati kemesraan keluarga kecil tersebut, dan mulai berkeliling, rupanya sudah ada ogoh-ogoh yang diarak.
Ogoh-ogoh pertama |
Masih biasa... |
Langit yang mulai gelap membuat saya sedikit khawatir, jangan-jangan ntar kamera saya nggak mampu menangkap momen-momen indah *halah*. Akhirnya, setelah bertemu dengan Mbok Yanthi, kami mencari spot "aman" untuk menanti barisan "Buta Kala". Dan, dibawah lampu halogen dekat air mancur ditengah jalan menjadi spot "aman". Aman untuk pencahayaan kamera, tapi ternyata nggak aman untuk atraksi ogoh-ogoh yang digoyang. Dan ternyata, kendala memotret arak-arakan ogoh-ogoh dengan kamera hape bukan hanya dari pencahayaan. Foto saya banyak yang blur, akibat tak mampu menangkap "goyangan" dahsyat si ogoh-ogoh.
Tak usah banyak cakap lagi, silahkan menikmati hasil jepretan hape kamera dengan perjuangan jadi pepes dan basah kuyup keringetan.
Tikus terbesar yang pernah saya lihat |
Dewa laut ceritanya Warna dasar putih didukung dengan lighting putih, ya gini deh... |
Ini bisa muter Bajs! |
Kostum / cat ogoh-ogoh yang hitam pun jadi ga kliatan berpadu sama langit malam |
Naek kuda udah mainstream bajs! |
Joker! |
Pesan yang saya tangkap, Setan/demon/roh jahat tidak hanya berbentuk mengerikan, tapi juga berupa perempuan cantik dengan perilaku yang "tidak" cantik |
Ini bukan ogoh-ogoh bajs!, ini barisan musik pengiringnya |
captionnya sih I love Mom gitu... |
Ogoh-ogoh yang membentuk sesosok perempuan bertangan banyak tersebut, menggunakan tank-top dan rok mini, ditangannya memegang setrika, sapu, pel, baju dan saya lupa apa lagi. Ogoh-ogoh ini selain bisa berputar, jika roknya dibuka maka akan menampakkan sebuah bentuk kelamin perempuan dan menyemburkan air ke penontonnya. Dan masih ada beberapa ogoh-ogoh yang menyemprotkan air dari alat kelamin mereka. fiuuhh....
Ini yang paling fenomenal |
Emm,,, itu mas-masnya abis mashroom-an kayanya |
Disitu kadang saya merasa terbang (Satria, 2015) |
Maafkan jika ini blur |
Prosesi Potong Gigi |
Yang sangat menarik adalah, ogoh-ogoh disini tidak hanya menggabungkan 2 karakter tapi bisa sampai 4 karakter dengan ukuran sekitar 2 meter/karakter. maafkan jika foto tersebut blur, itu yang paling baik. Video dibawah ini akan menjelaskan kenapa bisa blur.
yah,,, begitulah, diarak, digotong dengan bambu, digoyang, bahkan ga jarang yang rusak, lalu dirusak ditempat. Seperti yang satu ini, digoyang, lepas dari bambu penyangganya, diinjak-injak, lalu yang bawa pada berhamburan, kasian ini mas-mas nggeret sendirian sebelum temannya yang lain datang membantu.
Kepala ular kobra diperbesar 1000x fiiiiuuhhh |
Celeng!!! |
Dan dengan munculnya si Celeng, hujan turun cukup deras, dan hape saya nge-hang, dan tamatlah riwayat pendokumentasian malam itu.
Waktu saat itu menunjukkan sekitar pukul 21.30 WITA, karena hujan penonton pun bubar, dan karena hape saya sudah nge-hang, badan saya sudah basah dan remuk *halah* akhirnya setelah si celeng lewat, saya dan Mbok Yanthi membubarkan diri.
Malam itu saya merasa lemas-lemas puas, kreativitas dalam seni rupa yang luar biasa. Saya bertanya sama Mbok Yanthi, bahannya apa sih, Katanya, rangkanya dari bambu, luarannya dari gabus/sterofoam, kemudian dicat, lalu dihias.
21 Maret 2015
Pagi hari
Suasana sangat sepi, matahari bersinar cerah, yang terdengar hanya gonggongan anjing, kokok ayam, dan beberapa teriakan balita yang hanya terdengar sekilas.
Saya bangun, tanpa mandi, lalu mengeluarkan ransum yang sudah saya siapkan, sarapan, nyalain laptop, nonton film....
satu film....
dua film.....
tiga film......
dan sudah sore, saya mandi, lalu maen hape....
maen hape.....
maen hape.......
dan sudah malam,
gelap....
sunyi......
suara tokek....
suara anjing....
suara tokek....
21:00 WITA
Saya memutuskan untuk.....
Tidur.
*sekian*
By: Peppyepifanie